Dialog Jiwa SemusimAgus Dwi RusmiantoAdakah risau menyapakuDi pucuk daun pintu yang terketukAdakah ruangPada lantun sunyi kejauhan jarak pandangSejenak aku berpikirAndaisaja di sana rumah kita sejalanSepetak dan tak perlu susah menyebrangSaling lempar kabar tanpa pesan singkatAkan kita nikmatiCangkir demi cangkir kopi hitamBeradu tawa dan gelisah“Ahh…aku sedang tidak baik malam ini,” ucapmu membunuh purnamaPada ritual megaAku tadi melepas ragaMenari menerjemahkan sunyiBerkejaran dan mimpiHingga akhirnya menyerahMemenggal mimpiRi, maafkan jika ternyataMata ini tak sanggup melihat aslimuTapi biarlah beradu dengan bayanganmu di pelupuk mataTentangmuDan pula ingin kuukir puisiDi tubuhmu dengan tinta bukan belatiMenancap di hatiAdalah puisi kutulisDari tinta sepi, dengan diksi mirisHasil mematai dunia lirisCinta tentunya teramat tinggiUntuk musafir sepertikuYang hingar di padang pasirDan hampir buta soal perhentian musimPadahal tak kuperlukan musim agar cinta itu tumbuh“Jejak ini akan menjadi awaldan bagaimana musim tak kauperlukansedang aku hanya hidup di musim tertentu”Pena dan tinta menjadi buramSerupa malam yang abu-abuDi lengkung alis matamuCikole, 7-8 Juli 2012http://oase.kompas.com/read/2012/09/04/22152173/Puisi-puisi.AD.Rusmianto
Wednesday, November 21, 2012
Puisi Dialog Jiwa Semusim | Agus Dwi Rusmianto
Wednesday, November 21, 2012 Diposting oleh kumpulankaryapuisi
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment