Sunday, April 27, 2014

Puisi Notre Dame | Warih Wisatsana


Notre Dame
Kepada : Ali Sugihardjanto
Warih Wisatsana

..Kata siapa daging harus
menggenggam duri di bumi
agar paham lagu sorgawi..

Seperti sejengkal sesal dari ajal
gerbang lengang Notre Dame
kubuka perlahan dengan hening doa

Cuma debu, bisikku
            Yaa, melulu debu
Tapi itu bukan daging waktu
bukan daging dan darah waktu

Seperti orang-orang
seperti harapan si miskin
            dalam remang kuulurkan
dengan bimbang lilin redup10 francs

Aku raba segala yang dulu
            ingin kuraba. Aku sentuh
semua yang dulu tak bisa kusentuh:

Oh, gigilnya bulu-bulu salju bulan Januari
Sia-sianya mantel kumal sepanjang musim!

Sepanjang musim tersalib aku di bangku kayu
            jadi si tua rabun, senasib malaikat ingkar
            yang terusir. Mengharap secercah
cahaya keramat memulihkan penglihatannya.

Cahaya langit menyilaukan yang terpantul
            dari kubah kaca aneka warna
biru, hijau, bahkan mungkin tak berwarna
lurus menembus membasuh keruh mata

Menembus samar ingatan suatu senja — saat aku
merasa menyaksikan anak tuhan terpilih
tengadah pasrah; remang jadi bayang
            jadi pahatan bisu dinding.

Ah, ngilunya, luka berkarat di lambung
di telapak kaki, di kedua belah tangan!

Pilunya aku, pilunya, semua kini melulu debu
Segalanya melaju cuma jadi remah waktu!

Tapi di katedral ini, raja-raja agung diurapi
orang-orang besar diberkati. Kusentuh kucium
            harum wangi jubah mereka
Ujung lidahku terasa pecah, terasa getir
            tercecap pahitnya takdir
tercecap amis asin tetes liur si miskin!

Oh, perjamuan terakhir–ratapan
yang dikekalkan sesal di tembok berlumut

Yang dikekalkan di langit
cucuran darah di kening yang berduri
            mahkota sunyi sorgamu

Darah yang deras mengalir
menggenangi roti suci tak beragi
            remahan nyeri
Bercampur baur di anggur
            tetesan pilu tangisku

Suara parau lonceng tua sebelum ajal
memanggil kembali keluh sesal si penyangkal
Berdentang, berdentang lagi tiga kali
            menggenapi amar ampunan sepagi ini;

Sakitnya lembut daging menggenggam duri
Nyerinya kini sayat hari digarami asin mimpi!

Maka di kamar kaca pengakuan dosa
Ingin kulunasi hutang piutang kehidupan
Bersamamu mati berkali-kali
                        bangkit berkali-kali.

Rue Normandie Niemen, Orly. 1998-1999


Anda sedang membaca kumpulan/contoh/artikel/puisi/sajak/pantun/syair/tentang/tema/bertema/judul/berjudul Puisi Notre Dame | Warih Wisatsana dan anda bisa menemukan kumpulan/contoh/artikel/puisi/sajak/pantun/syair/tentang/tema/bertema/judul/berjudul Puisi Notre Dame | Warih Wisatsana ini dengan url http://kumpulankaryapuisi.blogspot.com/2014/04/puisi-notre-dame-warih-wisatsana.html,anda juga bisa meng-click kumpulan/contoh/artikel/puisi/sajak/pantun/syair/tentang/tema/bertema/judul/berjudul Puisi Notre Dame | Warih Wisatsana Tetapi dilarang merubah isi maupun mengganti nama penyair/pengarang nya karena bertentangan dengan HAKI, semoga anda ter-inspirasi dengan karya Puisi Notre Dame | Warih Wisatsana salam Karya Puisi

0 komentar:

Post a Comment

 

kumpulan karya Puisi | Copyright 2010 - 2016 Kumpulan Karya Puisi |