PeretasSitok SrengengeSeumpama pagi, kita pun lekas pergiSebagai sore, kita segera sampaiDari dan ke pangkuan kelamDi mana kita jadi penelusur gua gelitaMeraba, menaswir gema cintaTerpisah dari yang selain desahRaga melenggang bagai ganggangSukmaku menggapai sukmamu, bersitaut serupa kiambangLarut dalam kelucak ombak pasangKulumur landai lampingmu sampai pasir menyerpihKudentur-dentur ceruk curammu hingga berbuihHingga kau-aku terhempas, terlepas, di altar tarikhPeramlah separuh perih, sampai kaulihat rakitdinakhodai cahaya fajar pertama dari kaki langitSelebihnya biar kusemat di jantungku, betapapun sakitSebab, selagi selat susut semata kaki,kita akan mulai saling mencariDipandu denyut nadiKuharap kita akan bersua di sebuah bukit heningyang menyimpan mata air bening, di mana letih terbaringseluruh luka pulih, seiring kita tandai segala yang asingDan di tanah yang tabah itu, hidup akan tumbuhKau bagian dariku, aku bagian dirimu, dua jiwa satu tubuhSenantiasa saling butuh. Tanpa yang lain kita tak penuh, tak utuh
Wednesday, January 23, 2013
Puisi Peretas "Dua Jiwa Satu Tubuh" | Sitok Srengenge
Wednesday, January 23, 2013 Diposting oleh kumpulankaryapuisi
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment