Mata AirWarih WisatsanaKau impikan akumenjadi patung letihTidur dengan mata layu terbukadan mulut pucat mengangaBertahun mencari sumber air suciKendi ini berlumut di bahuku. Kendi itu mimpi;Aku gali tujuh perigi tujuh sumur keramattapi air tak juga memancarAir itu cermin diri -- Ibu sejati kata-kataDewi padi yang diam-diam menyamarmengalir, mengalirlah genangi sekujur diriku!Sebab inginku lahir kembalidari rahim hening iniserupa dulu di tanganku burung bercumbuikan-ikan jinak girang meloncatDi ujung lembut lidahkukata merujuk makna. Sederhanabagai duri membelai nyeriterang mengusap gelapTapi berenang menyeberangi sungai tuaarus deras mana lagi yang menyeretkuAyahku pohon rimbun berlumuttak pernah peduli si piatu ini sesatTak pernah mengajari bagaimanaakar melilit menyelamatkan diridari banjir besardari puting beliung segala bencanaTercerabut aku, tercerabut hanyut!Lalu seperti nujuman lontar lapuk itu;Hanya seekor ular hijauatau setetes cahayakelak jadi isyarat di rekah tanahDi kaki candi tempat tangga batu itulurus melaju membawaku ke kilau awanMembawamu ke sumber asalke benih suci -- jalan air mengaliryang bertahun kau impikan.Tapi kendi tua itu retaksaat kumasuki sunyi mimpimuLalu dengan hati-hatiaku gali perigi dalam diriAgar kisah ini ditulis dan dibaca lagiagar dewata tahu bahwa mataku sesatdan lenyap di langit senyap.1989 - 1991
Friday, May 2, 2014
Puisi Mata Air | Warih Wisatsana
Friday, May 02, 2014 Diposting oleh kumpulankaryapuisi
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment