Suatu Sore, Menunggu Hujan Reda--untuk Pak BS--Dimanugasore itu langit muntah hebataku yang terjebak dalam pikiranterkurung dalam ruangakhirnya menemukan kawannya sendirikawan diskusidimanapun "orang aneh" selalu samadikucilkan dan diasingkan oleh kepicikanpikiran-pikiran puritan memaksa semua mulut untuk diammulut yang melawanapalagi yang dipaksa senggama olehnyasore itu langit berkeringat hebatpara fundamentalis punya peran fundamentaldari situ saya disingkirkandan dari situ pula diskusi bermulatentang Herakleitos yang berbicara perubahandalam kutipan dari tajuk sebuah majalahdari filsafat eksistensialismeSoren Aabye KierkegaardNietzsche hingga Sartredari dialektika Hegelmaterialisme dialektik Marx-Engelshingga Lennon yang mengkritik tuhantentang Profesor Driyarkara dan filsafatnyatentang Ahmad Tohari dan Dukuh Paruknyatentang Ahmad Wahib yang mati kecelakaanhingga tentang saya yang lebih banyak berkawan dengan senimantentang kapitalisme yang tidak bisamenyejahterakan rakyat sebuah negaradan komunisme tidak bisa berbuat apa-apabahkan saya tidak bisa membicarakannyabersama teman-teman kantornyamenurut teman-temannya hal itu tabusaya tak mau semakin diasingkantentang penjagal yang tertawa-tawa banggadan filmnya bisa ditonton dimana-manahingga Jembatan Bacem yang menjadi saksimayat-mayat terapung di kalikritik tentang agamadan para penganutnya yang miskin logikatentang dogma yang memaksa penganutnyapercaya untuk tidak bertanyatentang Golden Rule yang tidak semua punyatentang ladang masa depan yang ditanami kebenciandan tentang banyak lagi haldalam ruang keterasingan sayadiskusi berakhir ketika tetes hujan terakhirmakan malam menantimembawaku untuk segera kembali"orang aneh" selalu dipaksa tak berdayaKamis, 6 Juni 2013
Monday, April 28, 2014
Puisi Suatu Sore, Menunggu Hujan Reda | Dimanuga
Monday, April 28, 2014 Diposting oleh kumpulankaryapuisi
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment