NgabenRiki Dhamparan PutraApi yang tak mati. Sudahkah kau basuhtangan yang menyulutnyaseterik ini?Barangkali di celah jari itu masihada sisa dagingDan kukumu mungkin retakHingga tangismu yang suci sia-siadihapus peluhorang banyakSebuah kereta tiba dengan pintu terbukaOrang-orang lalu menyerbunya. Kau lihat?Mereka tak ubahnya kanak-kanakyang tak sabardi hari tamasyaKarena itu ikutlahagar jalan-jalan kembali heningdan masa lalu bisa dibagi seindah kembang coklatyang mekardi pucuk-pucuk dagingPara leluhur mungkin tak pernah mengenalnyaTapi hari ini orang-orang itu datang untukmencecap manisnya, lalu menghabiskannya.Tidakkah kau lihat?Burung-burung kayu itu terbangDan naga-naga itu menyala laksanabenteng api(Seorang sahabat telah dimusnahkanDan abunya menjelma kupu-kupu yang lepasdi sungai-sungaitanpa malam)Sesekali ia pulangBertanya tentang kerlap lampu-lampudi sanggah halamanYa, ia tak kan ke mana-manaselama kartu-kartu di meja itu masih terbukadan perjudian ini masih tetap suciuntuk disajikan di altar hampabunga-bungaIa masih di sini selama sayap-sayapmasih menitik darahdan taji-taji masih tajammenoreh gelap warna tanah. Ia tak matiApakah yang mati? Api?Api tak pernah mati. Saat ini bahkania sedang menggila melalap kayanganberanak-pinak seperti jamur yang tumbuh liardi hutan-hutanDusun-dusun terik. Gurun-gurun kering kerisikAnak-anak bermain gasing di padang-padang gatal.Mereka seperti orang asing! Orang asing yang nakal!Turun dari planet-planet tak dikenalSementara lidahmumasih pahit oleh rumput. Dan matamu makin buramoleh dongeng-dongeng indahtentang kabutBetapa ketinggalan. Sialan! Tapi lihatlah kereta itusudah berangkat sebelum kita gerahpada debuyang mengusung jasadTugu-tugu meninggalkan batu. Hidup adalah rahasiayang tampak megahdalam pesta kematianmu2004
Tuesday, April 22, 2014
Puisi Ngaben | Riki Dhamparan Putra
Tuesday, April 22, 2014 Diposting oleh kumpulankaryapuisi
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment