Garis LadangEsha Tegar Putradi ladang kita berpandang, bersahutan suara, saling berebuttali puisi. ladangku rumpang ladangmu lempang. hah,jadinya aku cuma bertanam rumput gajah. biar dijarahperempuan malang yang di pinggangnya terselip sebilah sabit(aku tahu ia bakal merambahnya secara diam-diam bilaseminggu saja aku tak berkunjung ke ladang) sebab matamumerah apel, dan di sini aku tak bisa membibitnya. tapi bakalkusayat dalam perih, kuiris dengan tajam. sebab jemarimutelah biasa menujah pucuk kopi dan kulit manisdi tiap musim bertukardalam manis tebu, dalam pahit empedu, di mana garisladang bakal bertemu dengan lagu yang menandakandinginnya suara gunung? orang kata cuma di silungkangtempat bertenun adalah mengasah waktu, tempat perempuanberparas kelabu dan senyum yang makin batu. di sanalahcerita dingin yang teramat dijahitkan. dengan benang ragutapi bukankah di air lembah, dingin juga menujah? biarlahlurah bersuara tentang puisi yang direbut malang. tentangperistiwa sunsang, peristiwa yang berlainan perut, peristiwayang saling menikamkan usus. dan semua itu berupa tali puisiyang dipintal secara pasi, dengan tangan masih disusup gabukaku jadi si peragu, jadi gugu, di lambungku tertanak batu. sebabkita dua ladang yang bersahutan garang. dan cuma di puisiberadu suara. sebab matamu merah apel dan aku telahbertanam rumput gajah. mengingat ulah seorang perempuanyang di pinggangnya terselip sebilah sabit. tapi tak apalah,tali puisi bakal memanjangbiar diulur dan ditarik setiap kali bersahut diriKandangpadati, 2008
Monday, January 20, 2014
Puisi Garis Ladang | Esha Tegar Putra
Monday, January 20, 2014 Diposting oleh kumpulankaryapuisi
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment