Paus Merah Jambu: iswadi pratamaZen Haeseekor paus lapar, bung, ingin mencaplok gunungsebuah sajak mengumpaninya tongkang dan kecubungbermalam-malamkau terbangun oleh runcing taring dan luas rahangombak gagu yang menggeram di punggung tebing hitamarwah basahmu timbul-tenggelam – mencari pesisirmenjeritkan suaka di antara keriut perut“berhentilah mengejakuambil harpunmubebaskan aku!”kamarku terguncang oleh pelbagai suaratapi aku terus membaca – menyusuri bait-bait teganghingga jerit paraumu menjelma semburan tintagigil tubuhmu merontokkan huruf dan tanda bacaseperti lidi-lidi kemarauberjatuhan darimatahari hijau tuatapi anak-anak yang mengutip biji-biji usiamusetiap kau tidur dan tersesat di lorong bercecabangyang bermuara di teluk hitam – hanya tertawasekeras guntur di kuburan. punggung merekaberkilatan di laut rumput pagi harimereka menunggumu dengan sayap berkelepakanyang bunyinya membuatmu menangisdi atas ranjang besiberkemul seribu-satu lapisdoa penolak balakamar ini menjelma bubu saat kututup bukukau melompat-lompat dengan tubuh berlendirbanjir kiriman darigununghujan berlapis-lapisdi laut lepasmembujuk kapal-kapal merapat sepanjang malammenantang orang-ikan mengosongkan sarangkau bergegas – di kepalamurahang-rahang paus laparumpan mahabesar“ke teluk, paman, ke teluk. kupeluk, abang, kupeluk”jalan ke teluk dijaga sembilan punggukpepohon berdahan karang merah berdaun lokan peraksulur-sulurnya terjuntai menggenggam batubukit-bukit di selatan sehijau-sebisu bangkai kapalterdampar ribuan tahunsetelah badai meteor menggebahdan pulau-pulau berpindahmelulu begitu!hingga matamu memejammencari segala ciptaan yang pernah dikabarkanpara perawi dari samudera dan jazirah mahajauh: rupa, suara, rasa, gerak elmaut serupa sapudan kautemukan pada sebuah bait murungbintang-bintang kuning gadingdari rasi tak dikenal mencairmenjelma ikandan orang usiran“semesta tubuh kami adalah umpan segar. kami rindutaring runcing, liur asin, daging koyak, tulang retak– kraak!”kau teringat kembali akan seekor pausyang terluka dan menjerit di samudera biru tuasebuah tembakan harpun membuat lorong di tubuhnyaseorang nabi hanya berdoa. sepotong tangan tuhanakan berdarah di sorga – inna lillahisemua ikan dan udang akan ditangkapakan terus ditangkapterkubur bumbu di atas nampandiperam di dalam kalengpaus itu berkuasa di laut dalampaus itu berpuasa di musim kawintubuh raksasanya hanya sebesar gulingdi selembar hasrat orang-orang berwajah apiyang lidahnya terjulur ke tanahludahnya hijau mudanafsu makannyaserakus setan tasmaniahauk!seekor paus sekarat, bang, menabrak tongkangsebuah sajak menguburnya dalam bait-bait riangkau menanti sekelompok pemburu pauskapal mereka merapat di bawah hujan selebat baleenlunasnya hitam, layarnya rompang, tiangnya goyangkelasi-kelasinya turun. bersiul sebunyi kalkun“ini pemburuan paling sial, syahbandarseluruh paus bermigrasi ke selat hangatkawin dan beranak.”kau hanya anak kecil di situ. pengisap dongengberharap asap mukjizat memandu langkah merekake samudera dan jazirah impianmu. tetapi taklangkah mereka bergetardi bawah mataharitujuh jaribayang mereka terjulur ke rumah bambutempat aneka suara bergema dan kembali ke lautansebunyi camar kawindi rumah itu paus-paus merah jambumenunggu dengan berkendi-kendi arakdan sepotong lagu nina-bobo akan menidurkanpara pemburu selama ratusan tahuntubuh mereka akan kisuttulang-belulang sekeras batudipeluk pasir dan debusementara duabelas matahari mabukterbakah di tiang-tiang kapal dan gulungan layaroleng dan jatuh ke geladak – muntah baramenunggu arak-arakantiga saf panjangpemadam“semesta tubuhku adalah umpan segar. kurindutaring runcing, liur asin, daging koyak – menjelma sajak”kakimu menjejak pasir. di bawah riak airbayang-bayangmu serupa tokoh kartunbiji-biji khayali itu pecah lagi – kaupecahkan lagi: pasir terasa rumput, ketam bagai belalangtubuh ringkihmu menyesap serbuk taifunkembung dan melayang-melayang– meledakmenjelma jutaan ikandengan girang mereka berlompatanmemancing paus laparnaik ke pantai2004
Sunday, December 29, 2013
Puisi Paus Merah Jambu | Zen Hae
Sunday, December 29, 2013 Diposting oleh kumpulankaryapuisi
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment