Sunday, December 29, 2013

Puisi Paus Merah Jambu | Zen Hae



Paus Merah Jambu
: iswadi pratama
Zen Hae
seekor paus lapar, bung, ingin mencaplok gunung
sebuah sajak mengumpaninya tongkang dan kecubung
bermalam-malam
kau terbangun oleh runcing taring dan luas rahang
ombak gagu yang menggeram di punggung tebing hitam
arwah basahmu timbul-tenggelam – mencari pesisir
menjeritkan suaka di antara keriut perut
“berhentilah mengejaku
ambil harpunmu
bebaskan aku!”
kamarku terguncang oleh pelbagai suara
tapi aku terus membaca – menyusuri bait-bait tegang
hingga jerit paraumu menjelma semburan tinta
gigil tubuhmu merontokkan huruf dan tanda baca
seperti lidi-lidi kemarau
berjatuhan dari
matahari hijau tua
tapi anak-anak yang mengutip biji-biji usiamu
setiap kau tidur dan tersesat di lorong bercecabang
yang bermuara di teluk hitam – hanya tertawa
sekeras guntur di kuburan. punggung mereka
berkilatan di laut rumput pagi hari
mereka menunggumu dengan sayap berkelepakan
yang bunyinya membuatmu menangis
            di atas ranjang besi
                        berkemul seribu-satu lapis
                                    doa penolak bala
kamar ini menjelma bubu saat kututup buku
kau melompat-lompat dengan tubuh berlendir
banjir kiriman dari
gunung
hujan berlapis-lapis
di laut lepas
membujuk kapal-kapal merapat sepanjang malam
menantang orang-ikan mengosongkan sarang
kau bergegas – di kepalamu
rahang-rahang paus lapar
umpan mahabesar
 “ke teluk, paman, ke teluk. kupeluk, abang, kupeluk”
jalan ke teluk dijaga sembilan pungguk
pepohon berdahan karang merah berdaun lokan perak
sulur-sulurnya terjuntai menggenggam batu
bukit-bukit di selatan sehijau-sebisu bangkai kapal
terdampar ribuan tahun
setelah badai meteor menggebah
dan pulau-pulau berpindah
melulu begitu!
hingga matamu memejam
mencari segala ciptaan yang pernah dikabarkan
para perawi dari samudera dan jazirah mahajauh
: rupa, suara, rasa, gerak elmaut serupa sapu
dan kautemukan pada sebuah bait murung
bintang-bintang kuning gading
dari rasi tak dikenal mencair
menjelma ikan
dan orang usiran
“semesta tubuh kami adalah umpan segar. kami rindu
taring runcing, liur asin, daging koyak, tulang retak
– kraak!”
kau teringat kembali akan seekor paus
yang terluka dan menjerit di samudera biru tua
sebuah tembakan harpun membuat lorong di tubuhnya
seorang nabi hanya berdoa. sepotong tangan tuhan
akan berdarah di sorga – inna lillahi
semua ikan dan udang akan ditangkap
akan terus ditangkap
terkubur bumbu di atas nampan
diperam di dalam kaleng
paus itu berkuasa di laut dalam
paus itu berpuasa di musim kawin
tubuh raksasanya hanya sebesar guling
di selembar hasrat orang-orang berwajah api
yang lidahnya terjulur ke tanah
ludahnya hijau muda
nafsu makannya
serakus setan tasmania
hauk!
seekor paus sekarat, bang, menabrak tongkang
sebuah sajak menguburnya dalam bait-bait riang
kau menanti sekelompok pemburu paus
kapal mereka merapat di bawah hujan selebat baleen
lunasnya hitam, layarnya rompang, tiangnya goyang
kelasi-kelasinya turun. bersiul sebunyi kalkun
“ini pemburuan paling sial, syahbandar
seluruh paus bermigrasi ke selat hangat
kawin dan beranak.”
kau hanya anak kecil di situ. pengisap dongeng
berharap asap mukjizat memandu langkah mereka
ke samudera dan jazirah impianmu. tetapi tak
langkah mereka bergetar
di bawah matahari
tujuh jari
bayang mereka terjulur ke rumah bambu
tempat aneka suara bergema dan kembali ke lautan
sebunyi camar kawin
di rumah itu paus-paus merah jambu
menunggu dengan berkendi-kendi arak
dan sepotong lagu nina-bobo akan menidurkan
para pemburu selama ratusan tahun
tubuh mereka akan kisut
tulang-belulang sekeras batu
dipeluk pasir dan debu
sementara duabelas matahari mabuk
terbakah di tiang-tiang kapal dan gulungan layar
oleng dan jatuh ke geladak – muntah bara
menunggu arak-arakan
tiga saf panjang
pemadam
“semesta tubuhku adalah umpan segar. kurindu
taring runcing, liur asin, daging koyak – menjelma sajak”
kakimu menjejak pasir. di bawah riak air
bayang-bayangmu serupa tokoh kartun
biji-biji khayali itu pecah lagi – kaupecahkan lagi
: pasir terasa rumput, ketam bagai belalang
tubuh ringkihmu menyesap serbuk taifun
kembung dan melayang-melayang
– meledak
menjelma jutaan ikan
dengan girang mereka berlompatan
memancing paus lapar
naik ke pantai
2004

Anda sedang membaca kumpulan/contoh/artikel/puisi/sajak/pantun/syair/tentang/tema/bertema/judul/berjudul Puisi Paus Merah Jambu | Zen Hae dan anda bisa menemukan kumpulan/contoh/artikel/puisi/sajak/pantun/syair/tentang/tema/bertema/judul/berjudul Puisi Paus Merah Jambu | Zen Hae ini dengan url http://kumpulankaryapuisi.blogspot.com/2013/12/puisi-paus-merah-jambu-zen-hae.html,anda juga bisa meng-click kumpulan/contoh/artikel/puisi/sajak/pantun/syair/tentang/tema/bertema/judul/berjudul Puisi Paus Merah Jambu | Zen Hae Tetapi dilarang merubah isi maupun mengganti nama penyair/pengarang nya karena bertentangan dengan HAKI, semoga anda ter-inspirasi dengan karya Puisi Paus Merah Jambu | Zen Hae salam Karya Puisi

0 komentar:

Post a Comment

 

kumpulan karya Puisi | Copyright 2010 - 2016 Kumpulan Karya Puisi |