Ari Saptaji
kudengar lambungmu -- lambung itu adalah kawah
tengah mencerna, terus mencerna
di bawah bumi -- di laut sana?
debur ombakmu jumbuh pada langit gunung
: abu-abu kota, asap yang mengambang
seperti tembang tlutur
seperti silsilah yang lindap --
karena haruskah aku percaya pada udara?
ia telah ada, namun tidak ada
dan akan ada: jagad beredar di sekelilingnya
dengan penduduk dapat sepenggal cerita
(aku melihat tahta dan biasan kuda
yang meliar): mereka menelan tanpa merasa
memandang dan kehilangan ujung pangkalnya
bumi yang kelak diguncangkan
mereka tetap bernapas dalam udara kota
: tugu tetap tegak diam menjulang
almanak lepas, gunungan bergetar lamban
seperti tertangkap lakonnya
seperti tak tertancap pengharapannya
-- wayang-wayang berderaian di embun malam
atmosfir yang menerima tanpa menjadi serupa
di pusat alun-alun aku berdiri
merobek mimpi rongga-rongga malammu
dan menuturkan sasmita kanda bawana
dalam gemetar langit subuh
yang menyimpan lintang panjer rina
Yogya, 1992
Tuesday, May 18, 2010
TEMBANG RUWATAN
Tuesday, May 18, 2010 Diposting oleh kumpulankaryapuisi
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment