Friday, April 4, 2014

Puisi Ninabobo | Budiman S Hartojo


Ninabobo
Budiman S Hartojo

1
Malam yang panjang dan syahdu mengurungku
malam yang panjang memberiku impian warna beribu warna
Di sini kutemu kau
di sini kukenangkan engkau
Malam yang panjang adalah duniaku
malam yang panjang adalah piala di mana air mata
dan keluhku jatuh
Di sini kuratapkan kau,
di sini kupanggil engkau
sementara kujangkau tali yang terulur
dari sorga
Kuucapkan namamu sepanjang malam
kupanggil namamu sepanjang doa sembahyang

Engkau adalah mawar mungil di kebun
tertimpa fajar
Engkaulah kembang di taman larangan
berpagar
Seorang pengembara lewat dan tertegun
ia adalah pejalan sunyi yang letih
ia adalah aku
Seorang gadis kecil menerobos pagar
dan dipetiknya sekuntum mawar
Lalu ia pun menyanyi kecil
berlari dan menari
Alangkah indahnya dan mungil ia
aku memandang dan tersenyum kepadanya

Engkau adalah titik putih di langit
tinggi menghitam
engkaulah bintang-gemintang
Engkau adalah burung undan yang bertengger
di ranting pohon
di puncak dunia paling tinggi
di atas kabut memutih dan awan pegunungan
Hari ini kupejamkan mataku
dan tampak kau menengok jendelaku
Hari ini kulihat kau berdiri
di tengah segala gadis kotaku
dan mereka pun menari dan menyanyi
mengelilingimu
Kemudian kubuka mataku dan hari pun teranglah
Sebuah mimpi beterbangan
pecah di tengah siang
Kulihat di jalan depan rumahku
perempuan dan gadis-gadis lewat
tapi tak seorang di antara mereka kulihat
engkau berjalan mendekat
Ibuku yang tua pun menghampiri
dan menepuk bahuku
Aku menoleh dengan keluh
dan ratap yang rawan
Lalu keras-keras kunyanyikan laguku
bersama angin siang yang panas:
"Ke mana kutambatkan hatiku...."

Akulah orang mabuk yang letih
dan terengah-engah
berlarian di jalanan
dan bernyanyi sepanjang hari
Aku adalah orang gila yang meneriakkan
lagu ke segenap penjuru
Akulah orangnya
akulah yang bernyanyi, menangis
dan berteriak itu
Dan sekali lagi aku bernyanyi dan menangis
lalu berlari
lalu berlari ...

Dalam letihku aku pun berhenti
dan duduk
lalu kupejamkan mata
Sekali lagi engkau pun datang menghampir
tapi aku cuma pemabok dan orang gila
yang hilang arah
tapi akulah pula tenaga kata tanpa suara
Bahasa cinta, kata orang, tanpa tulis dan suara
kata-kata telah hilang harga artinya
huruf-huruf telah tiada lagi berbunyi bersuara
terkulai ia bagai seekor burung terbang
jatuh dari angkasa, menggelepar
dan mengepak-ngepakkan sayapnya yang patah
Bahasa cinta, konon, serangkai merjan
yang sukar dipisahkan warna dari cahya kilaunya

Siapakah engkau
dan kelak pada siapa tali hatimu kautambatkan?
Aku tak tahu
Siapakah engkau
dan kelak siapa pula kan mempersunting mawar
di pangkal rambutmu yang tergirai?
Aku tak tahu
Tapi kini dan besok
selalu kan kupinta perkenan padamu
buat selalu memujamu
Engkau adalah ikan mas dalam akuarium
yang mungil
berlenggang, menari, berenang
dalam riak air yang tak cukup kurenangi
Siapakah engkau
dan di manakah engkau?
Sesungguhnya aku tak tahu

Engkau telah pulangkan pengembara letih
yang lupa segala milik rohaninya
Ia kini tahu arti cinta, rumah dan keluarga
Telah engkau pulangkan ia
pada cinta bundanya
telah engkau tunjukkan ia
pada hakikat dan nilai harga dirinya
Maka bangkitlah ia dalam sulaman
sarang sutera cinta
Dan pengembara itu adalah
aku

Sekali, nanti pastilah datang kesempatan
di mana aku dan kau bersatu dengan alam
berjalan dan berbicara
bercakap dan bercerita
tentang masa kanak, tentang masa depan
seperti alam itu sendiri mengajarkannya
kepada kita
Maka malam yang panjang pun turunlah
maka kusebut namamu di antara doa-doaku
Maka kulihat engkau
dalam sujud gelisah-syahdu
sembahyang tahajudku...

2

Seakan akulah kini yang tegak berdiri
di pantai
memandang laut lepas tenang membiru
yang hidup dalam gejolak rindu
yang berkata-kata dalam bahasa bisu
Aku berdiri
berkawan anak-anak angin, pasir putih
dan cakrawala yang angkuh
dan gaib
Bersatu aku dengan suasana
dalam haru
dalam kenang
dalam ketiadaan bentuk alam
Aku lebur

Seakan akulah laut, angin, cakrawala
akulah semesta
Aku lebur

Dari sini kupandang engkau
di sini kukenang engkau
kekasih yang jauh memanggil
dan jiwaku yang menggigil
Aku lebur

Dari sini kulihat kotaku
Musim hujan di sana telah jatuh
berderai satu per satu
mencari cintaku
di mana ia berlabuh
KEmudian dibasuhnya keningku
dan bayangmu pun berkilau
Engkaukah itu
yang melenggang di pematang ombak
lautku?

Dulu pernah sekali aku pulang
seperti anak ayam hilang
tanpa induk tanpa sarang
Kukayuh sepeda dalam hujan
di atas becek jalanan berlumpur hitam
di atas aspal berkilap dalam kelam
Sekarang baru kurasakan di rumah ini
betapa indahnya ketenteraman
alangkah nikmatnya
alangkah hangatnya
kehidupan
Dulu pernah aku tiada semalam pun
pulang
keluar mengembara
Dan setelah kutemukan engkau
betapa kini bisa kurasakan
pulang ke rumah dalam kehangatan
Dulu pernah kuabaikan
suasana cinta-kasih bapa-bunda
sanak-saudara dan keakraban rumah kita
Dan setelah kini kulihat engkau
maka kulihat semuanya
Engkau telah pulangkan daku
dan kini kuantar engkau dalam impian
Duduklah di sampingku
berlayar menengok segala pantai dan laut
berlabuh di setiap kota sambil bercerita juga
tentang anak-anak kita
tentang penghuni tanah air yang bakal tiba
Sementara itu istirahatlah engkau
dan dengarkan ceritaku sebentar saja

Sekarang, karna kita bukanlah lagi kanak
yang terlena oleh bayang-bayang cinta usia pandak
atau terdesak oleh pikiran belum masak
mari kita bangunkan cinta menggunung
kekal bagai gurun
abadi bagai samudera
luas bagai angkasa
Diamlah, jangan lagi tangiskan
sajak sedih yang getir
cucuran darah penyair
Jangan lagi risaukan
suara langkahku yang membanjir
karna semuanya belum berakhir
Pandanglah aku
pandanglah laut depanmu

Kini kubawa engkau pulang dari segala impian
berjalan menyusuri setiap lorong dan jalanan
pulang menabikkan salam selamat malam
pada setiap orang
Mereka akan berbisik memperhatikan kita:
"Seperti hidup dalam cerita pendek saja
keduanya lupa segalanya."
(Aku jadi ingat sebuah syair pendek
waktu masih sekolah di kota, kata seorang perempuan tua)

Maka seperti lautan di sana itu
kita pun berjalan terus
Maka seperti anak-anak angin
kita pun bersiulan bertembangan
seperti bunga-bunga dan dedaunan di pagar tetamanan
seperi dua ekor angsa di kolam renang

Maka kita pun bercakap, bercerita
dan berkata-kata juga
Dan seperti banjir yang tanpa surut
cintaku pun hadir pantang berkawan maut
Maka inilah ninabobo
lagu penidur
sebelum kau terlena dalam mimpi
melupakanku

Maka malam yang panjang pun terasa sumbang
dan cintaku berkelana dalam diam

1962

Anda sedang membaca kumpulan/contoh/artikel/puisi/sajak/pantun/syair/tentang/tema/bertema/judul/berjudul Puisi Ninabobo | Budiman S Hartojo dan anda bisa menemukan kumpulan/contoh/artikel/puisi/sajak/pantun/syair/tentang/tema/bertema/judul/berjudul Puisi Ninabobo | Budiman S Hartojo ini dengan url http://kumpulankaryapuisi.blogspot.com/2014/04/puisi-ninabobo-budiman-s-hartojo.html,anda juga bisa meng-click kumpulan/contoh/artikel/puisi/sajak/pantun/syair/tentang/tema/bertema/judul/berjudul Puisi Ninabobo | Budiman S Hartojo Tetapi dilarang merubah isi maupun mengganti nama penyair/pengarang nya karena bertentangan dengan HAKI, semoga anda ter-inspirasi dengan karya Puisi Ninabobo | Budiman S Hartojo salam Karya Puisi

0 komentar:

Post a Comment

 

kumpulan karya Puisi | Copyright 2010 - 2016 Kumpulan Karya Puisi |