Hari yang BergemuruhJuniarso Ridwannyonya Margho membaca surat itu sekali lagi,halilintar menjalar di benaknya, badai punmendera kerongkongan. Surat itu seperti apimembakar deretan gedung, lalu arangyang ditinggalkannya menjelma dirinya. Dalam renta,sendiri porak-poranda.“umur suamiku bagaikan lelehan lilin, mengalir dankemudian menguap, entah ke mana,” tangisnyamerambat, membasahi tanah, menghanyutkankenangan.sekali ini ia menyadari, batu pun bisa diajak bicara,pohon-pohon bisa mendengar keluhannya, dan anginmenjadi sahabat paling setia. Lolongan anjing kembalimengingatkannya akan ladang gandum yang subur,hamparan keju yang harum, atau gemeretaknya kayudi perapian.dibangunnya sebuah angan-angan, pesta penuh riang,kopi hangat mengiringi obrolan ringan, dan semua tamudengan sopan saling bertegur sapa. Sambil mengelus poporsenjata, ia tersenyum getir.“hari ini, memang perang belum usai,” gumamnya.1999
Saturday, April 12, 2014
Puisi Hari yang Bergemuruh | Juniarso Ridwan
Saturday, April 12, 2014 Diposting oleh kumpulankaryapuisi
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment