MADAH LAUT
Beni R Budiman
Laut adalah luka tanpa harga
yang mengaduh sia-sia
ketika kata lupa pada bahasa
dan kepala hanya tulang rangka
I
Telah lama kaucintai laut
hingga kapalmu berkayuh
jauh pada tumpukan ombak
pada angin yang berdengung
menyuling badai di suatu palung
"Laut hanya seekor laba-laba
yang rajin memintal sarang
hingga kita tak mampu merayap
menuju ujung jaring langkahnya
Kita akan terjebak di piuh jalan
jauh sebelum sampai tujuan."
Pada birunya yang berlapis
dan bertumpuk seperti kesedihan
kauarahkan hati mengayuh sauh
sungguhpun kau akan kesasar
menentukan haluan kapal
Kau tahu matahari telah berkhianat
memeluk hangat tubuh laut
dan melumat basah bibir pantai
hingga gairahnya berjatuhan seperti
hujan bulan Desember
Matahari sungguh terlalu angkuh
Cahayanya yang menyengat
lebih suka menyeduh kopi
daripada membakar para keparat
yang mengunyah terumbu karang
dan berlindung pada kapal dagang
Kau rindu laut karena sungai-sungai
selalu bertamu dan mencium pipinya
yang lembut seperti agar-agar
serta mengelus tubuhnya yang sintal
meliuk di gigir cekung teluk
"Laut adalah anak-anak
pangeran muda yang riang
yang jiwanya enggan diam
yang senang bernyanyi
sambil kedua kakinya menari
pada terjal karang dan panggung pasir."
II
Laut juga yang membuatmu sadar
dan beta jar menumpahkan kemarahan
tidak dengan mengulum puting payudara
dan licin paha pelacur musiman di jalur pantura
tapi pada kapal tangker yang menyelundupkan
minyak bumi dan upeti dari negeri jajahan
pada perompak yang duduk di parlemen
dan pada ratu bodoh penguasa negeri dongeng
Dari laut itulah kau paham
betapa dendam berkawan dengan kelewang
dan kebencian kita timbun rapi
seperti karung beras di gudang orang tamak
(Suatu hari karung-karung itu
akan berubah menjadi bom waktu
yang meledak saat lapar meruyak)
Kemarahan itu pun kita pasang
seperti perangkap tikus di tiap kampung
Setelah itu segera kita bermimpi
tentang daging dan buah yang segar
di sebuah pulau tanpa penghuni
karena perang saudara menerjang
III
Ternyata laut bukan anak-anak kecil
yang enggan diam setelah kenyang
menghisap puting susu ibunya
"Laut adalah malam yang gelisah
yang menulis sisi buram legenda cinta
raja Jawa yang takluk pada ratu siluman ular
tapi tak mau tunduk pada penjajah Belanda
saat cahaya bintang dan kelip tongkang
berpelukan di atas hamparan gelombang hitam
hingga separuh bayang bulan cemburu."
Lalu orang berbondong datang
menaiki ratusan perahu nelayan
membawa seba kepala kerbau
melemparkannya ke lepas laut
sambil meminta ratu berbaik hati
memberi panen ikan berlimpah
dan nelayan tambat dalam selamat
Tapi selepas pesta kauundang ratu
dari atas bukit karang yang teduh
seperti memanggil seorang gadis
penghibur dari sebuah klab malam
"Kemarilah kau ratu yang cantik
datanglah dengan kereta kencanamu
yang gemerlap berteteskan permata
bersama dayang-dayangmu yang jelita
Kenakan gaun sutera birumu yang tipis
hingga kulit yang bening bagai ubur-ubur
dan payudara seruncing mulut hiu itu
menegangkan seluruh urat zakarku,"
begitu kau bisikkan hasrat liarmu
lewat semilir lembut angin darat
Tapi ratu tak bisa jatuh cinta
pada lelaki iseng yang malang
dan taut di selatan hilang ingatan
(Di selatan laut tak bisa mendengar
karena seluruh suara tinggal lenguh
yang meluncur dari mulut penguasa
yang dusta pada seluruh rakyatnya)
Hanya ombak besar bergulung
menggoyang-goyang karang
mengirim jawaban rindumu
lewat percik yang menjilat leher
dan angin yang mengelus rambut
IV
Kembali kaucumbu taut
setelah paham betapa gunung
tak bisa menahan pohon-pohon
yang hijau dan rindang tumbang
Sedang kau tak mampu menghardik
petualang lapar yang membutuhkan
unggun saat dingin malam menyerang
dan tungku nasi kehabisan bara api
Maka kau kembali memilih laut
mencari pasir putih yang landai
dengan gadis-gadis setengah bugil
yang membiarkan tubuhnya melepuh
setelah seharian dikunyah matahari
Kau pun bermimpi menjadi matahari
yang tak pemah sekalipun b,erkedip
pada setiap payudara yang terbuka
dan selangkangan yang menantang
"Kaukira laut hanya gadis-gadis
yang selalu siaga mengantarmu tidur
di suatu pulau penuh taman bunga
dengan dada bertabur gairah cinta
la mungkin gadis pemandu wisata
yang senang menyuguhkan tequilla
sesekali mengajak tamu-tamu dansa
sambil mendesahkan indah kata cinta
dengan menjilat leher dan daun telinga
hingga tulangmu segera meregang."
Tapi kukira laut bukan gadis-gadis itu
la adalah penyair yang berbudi baik
yang mengajak jalan ke sebuah pasar
dan membelikan ikan jambal besar
karena ia tahu benar bahwa istri
dan dua anak lelakiku dalam lapar
Laut baginya adalah buah kesetiaan
mungkin rasa cinta seorang teman
yang tulus setelah tahu betapa hidup
hanya tumpukan cerita penuh luka
V
Akhirnya kaupinang gairah laut
menjadi istri dan catatan harianmu
yang harus kaugauli di mana saja
Maka ribuan kalimat pun mengalir
seperti air sungai dari puncak gunung
Kata pun berhamburan menulis buih
setelah ombak membantun kapal
Dan dalam benakku laut itu mengalir
memasuki goa-goa di tiap bukit batu
menjebol jendela semua rumah mewah
menyeret seluruh sejarah yang berdarah
Laut bukan muara bagi semua suara
yang meneriakkan duka dengan gema
bukan gudang beras bagi tiap nelayan
bukan tempat pelacur yang menghuni
separuh panti pijat di kota-kota besar
mencuci lubang sisa kelenjar yang sial
bukan tempat membuang hajat pejabat
yang iseng saat rapat dinas di luar kota
(Laut adalah pengembara sejati
yang memuja seluruh topan
dan merobek bendera di tiang kapal)
Dan kini ia melangkahkan kakinya
mendaki seluruh tebing dan lereng
menyusuri jejak kaki setiap pendaki
mengalihkan haluan semua kapal
memindahkan dermaga dari dataran
ke puncak gunung paling tinggi
mengubur seluruh mercusuar
menghanyutkan setiap kitab
yang diturunkan pada para Nabi
la tak lagi gadis manis yang menanti
sungai-sungai datang menjumpainya
tapi ia mengejar sumber mata air
yang menetes dari puncak gunung
1997-2000
Tuesday, April 20, 2010
MADAH LAUT | Puisi Tentang Madah Laut
Tuesday, April 20, 2010 Diposting oleh kumpulankaryapuisi
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment