LERENG
Yayat Hendayana
Setelah payah mendaki
langkah tiba-tiba terhenti di lereng curam
di ketinggian yang masih jauh ke puncak
Langit menghimpit dengan kegelapan yang pekat
udara memanas satwa-satwa beringas
hutan mencekam
Eratkan pegangan tangan, ujar seruan
tapi angin membadai rantai cerai-berai
kebersamaan jadi asing keakuan lebih penting
Bisa apakah kita ketika jeritan di hadapan
melengking dan menyayat
sebuah tubuh terkoyak
bisa apakah kita sementara kita tercabik
duri-duri beracun
Bisa apakah kita ketika orang melolong-lolong
karena terperosok ke jurang
bisa apakah kita sementara kita menggelantung
di tebingnya yang rapuh
Bisa apakah kita ketika orang begitu nestapa
oleh kelaparan membantu
bisa apakah kita sementara kita sendiri
mengunyah-ngunyah dedaunan
dari muntahan binatang hutan
Bisa apakah kita ketika langkah sempoyongan
tak mempedulikan pijakan
tanah merah atau tubuh berdarah
Tak ada lagi iba hati tak bertelingan lagi nurani
jiwa jadi bebal!
Setelah payah mendaki
langkah tiba-tiba terhenti
kita kehilangan arah
- Mengapa kita tersesat
ini di luar akal sehat, ujar seruan
- kita semua bertanggungjawab
Kita tak sempat mengutarakan pikiran sehat
ketika seruan tak membenarkan
kambing hitam dipersalahkan
Kalau memang masih ada kambing hitam
karena kambing telah diseragamkan
dengan bulu-bulu putih kelinci
yang lucu tapi dungu
yang tak berani mengembik
bahkan oleh plototan seekor serangga kecil
- Ini sebuah perjalanan ziarah, kata seruan
- maka tak boleh ada keluh kesah
penderitaan adalah persembahan
kelaparan adalah pengabdian
Kita sungguh-sungguh menghayati
arti perjalanan suci, makna pengorbanan
serta anjuran pengamalan
Maka dengan bijak kita diam
ketika dalam pendakian perjalanan dibelokkan
dengan arif kita bungkam
ketika sebagian perbekalan disembunyikan
Kita mengendus bau busuk
namun atasnama tenggang rasa
kita lebih suka berpura-pura
Bahkan yang tak tersentuh prahara
nampak paling papa
memucat-mucat wajahnya mematut-matut dirinya
agar tampil lebih pengemis dari para peminta-minta
mereka tengadahkan tangan kanan
tapi tangan kiri mengenggam hasil rampokan
Setelah payah mendaki
langkah tiba-tiba terhenti
Begitu dahsyatnya bencana?
Arak-arakan jadi galau, kacau balau
rombongan ziarah jadi rombengan
yang compang-camping nyaris telanjang
Kebanggaan meleleh jadi lahar
yang tanpa ampun menyeret jatuh
segala kepongahan ke titik terendah
harga diri pun tergusur
seluruh persendian lungkrah
Kita merangkak hingga kaki bengkak
kita teriak dengan suara serak
kita meraih-raih dengan tangan letih
kita menggapai-gapai
di lereng yang menggelosor
di tanah yang nyaris longsor
Setelah payah mendaki
langkah tiba-tiba terhenti
ada sesuatu yang keliru
dalam perjalan ziarah
Tuhan
kembalikan kami
ke Jalan-Mu
Maret 1998
Monday, April 26, 2010
LERENG | Tuhan Kembalikan Kami ke Jalan-Mu - Puisi Religi
Monday, April 26, 2010 Diposting oleh kumpulankaryapuisi
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment