NuhGoenawan MohamadPada hari Ahad kedua, kota tua itu tumpas. Curah hujantak lagi deras, meskipun angkasa masih ungu, dan hari gusar.Rumah-rumah runtuh, seluruh permukaan rumpang, dantamasya mati bunyi, kecuali gemuruh air. Memang ada jeritterakhir, yakni teriak seorang anak.“Ia jatuh,” kata laporan yang disampaikan kepada Nakhoda“dari sebuah atap yang bongkah. Air bah menyeretnyaKakinya memang lumpuh sebelah. Dengan cepat ia puntenggelam, seperti yang lain-lain: neneknya, ibu-bapaknya,saudara-saudaranya sekandung. Ia tenggelam, seraya memekik,begitu juga seluruh kota.”Nakhoda itu tersenyum. Segera diberitakannya kabar terakhir itukepada Nuh yang sedang berdoa di kamarnya dalam bahtera.Orang alim itu terdiam sebentar, lalu bangun dan berjalan keburitan. Ia ingin menyaksikan sendiri benarkah gelombang telahselesai membunuh.Memang: banjir itu tak lagi ganas, seakan-akan naga yangkenyang bangkai.Dan di sisa kota itu ia lihat mayat, terapung, menggelembung,hampir hitam, beribu-ribu, seperti menantikan sesuatu.Ia lihat gagak dan burung-burung marabou, bertengger di atasperempuan-perempuan tua yang terserak busuk. Di permukaanair itu bahkan hutan-hutan takluk dan senja seakan terbalik,seperti pagi. Nuh pun berbisik,”Kaum yang musyrik, yang takdikehendaki…”Ia menghela napas, lalu kembali ke anjungan. Bau bacinmenyusup dari cuaca, bahkan sampai ke ruang doa, dan iamerasa kota itu akan segara jadi payau. Maka tatkala langitteduh, Nuh segera meminta agar bahtera diarahkan ke sebuahdataran tinggi yang masih utuh, di utara. Ia berkata, ”Keadilan,perkara besar itu, telah dibereskan Tuhan.” Dan ia mendarat.Lepas dari air, ia merunduk di tepian itu dan diucapkannyasyukur. Lalu segera disuruhnya persiapkan korban hewan dikaki bukit. Harum daging bakar pun sampai ke langit, danmembuat surga berbahagia. “Ya, Maha Dasar, tak ada lagi yangbisa keluar,” begitulah sembah yang diucapkannya, ketika hari jaditerang dan jemaat berdoa untuk kota-kota yang akan datang,yang kukuh, patuh. Kota-kota Nuh.1998
Wednesday, February 5, 2014
Puisi Tentang Nuh | Goenawan Mohamad
Wednesday, February 05, 2014 Diposting oleh kumpulankaryapuisi
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment